Jumat, 01 April 2011

Uang dan Pembiayaan Pembangunan


BAB l
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Uang di artikan sebagai alat pembayaran (means paymaent) atau media/alat pertukaran (medium of exchange) namun menurut ahli ekonom yang mengatakan uang merupakan seperangkat asset dalam perekonomian yang digunakan oleh orang-orang secara rutin untuk membeli barang atau jasa dari orang-orang lain.
Selain fungsi uang sebagai alat transaksi pembayaran, uang secara tidak langsung bermanfaat sebagai pembiayaan dalam pembangunan. Pembangunan saat ini sudah jauh lebih berkembang lebih dari yang dulu hal tersebut menandakan bahwa arus penggunaan uang dalm kehidupan masyarakat semakin kuat untuk di gunakan.
Sedangkan arti dari pembangunan adalah suatu proses perubahan yang terus menerus menuju perbaikan di segala bidang kehidupan masyarakat dengan berdasarkan pada seperangkat nilai yang di anut, yang menuntun masyarakat untuk mencapai tingkat kehidupan yang didambakan. 
 
BAB II
ISI
2.1 DEFINISI UANG
Uang adalah alat sah pembayaran atau alat tukar. Menurut beberapa ahli uang memiliki pengertian yaitu :
R.J. Thomas mengatakan bahwa “money is something that is readily and generally accepted by public in payment for goods, services, and other valuable assets and for the payment for debts”. Artinya, uang adalah suatu benda yang dengan mudah dan umum diterima oleh masyarakat untuk pembelian barang dan jasa, barang berharga lainnya, dan pembayaran utang.
Sir Dennis Holme Robertson mengatakan bahwa “money is something accepted in payment for goods”. Artinya, uang adalah sesuatu yang bisa diterima dalam pembayaran untuk mendapatkan barang.
Dari definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa uang mempunyai ciri dapat diterima umum, dapat digunakan sebagai alat tukar, dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
2.2 FUNGSI UANG
Sebagai alat untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan hidup, uang mempunyai beberapa fungsi. Fungsi-fungsi uang dapat digolongkan dalam fungsi asli fungsi turunan. Yang termasuk fungsi asli uang adalah sebagai alat tukar dan alat satuan hitung. Sedangkan fungsi turunan mencakup standar atau ukuran pembayaran yang ditunda, alat penyimpan kekayaan, dan alat pengalih kekayaan.
2.2.1 Alat Tukar
Fungsi uang sebagai alat tukar tidak diragukan lagi. Misalnya saja, seorang petani membutuhkan cangkul. Dia dapat menjual hasil panen untuk mendapatkan uang. Uang hasil penjualan panen tersebut digunakan untuk membeli cangkul. Jadi, uang berfungsi sebagai alat tukar.
2.2.2 Alat Satuan Hitung (Pengukur Nilai)
Sebagai satuan hitung, uang digunakan untuk menghitung harga sebuah barang. Nilai suatu barang dapat diukur dengan uang. Misalnya, harga pulpen Rp 2.500,00 dan buku tulis Rp. 10.000,00. Ini menunjukkan bahwa nilai buku tulis empat kali nilai pulpen.
2.2.3 Standar atau Ukuran Pembayaran yang Ditunda (Standard of Deferred Payment)
Dalam fungsi ini, uang digunakan untuk meyatakan utang. Uang dijadikan daya beli umum yang dapat dinyatakan dengan unit-unit yang pasti dan menurut pedoman atau ukuran. Misalnya adalah akan lebih masuk akal bila kita meminjam uang Rp. 5.000.000,00 selama 10 tahun daripada meminjam dua ekor sapi.
2.2.4 Alat Penyimpan Kekayaan
Manusia berusaha untuk tidak mengonsumsi semua pendapatannya. Sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi, disimpan di rumah atau di bank untuk keperluan masa yang akan datang. Dengan kata lain, manusia menyimpan uang untuk kebutuhan masa mendatang atau mengantisipasi pengeluaran yang tidak terduga sebelumnya.
2.2.5 Alat Pengalih Nilai/Kekayaan
Uang dapat berfungsi untuk mengalihkan nilai. Misalnya, Ibu Linda oleh PT. XYZ dipromosikan untuk menduduki jabatan kepala cabang di Makassar. Sebelumnya, Ibu Linda telah memiliki rumah di Jakarta. Ibu Linda berhasrat memindahkan rumah miliknya tersebut ke Makassar. Dia menemukan jalan keluar, yaitu menjual rumah di Jakarta dan membeli rumah di Makassar. Menurutnya, tidak mungkin memindahkan fisik rumah dari Jakarta ke Makassar. Jadi, uang berfungsi sebagai alat pengalih nilai.
2.3 JENIS UANG
Uang dapat dibedakan atas dasar pihak yang mengeluarkan, bahan uang, negara yang mengeluarkan, dan nilai uang. Berikut ini uraiannya satu per satu.
2.3.1 Jenis Uang Berdasarkan Pihak yang Mengeluarkannya
Berdasarkan pihak yang mengeluarkannya, uang dibedakan menjadi uang kartal dan uang giral. Uang kartal adalah uang kertas atau uang logam yang beredar di masyarakat. Uang ini dikeluarkan dan diatur peredarannya oleh pemerintah serta merupakan alat pembayaran yang sah. Uang giral adalah alat pembayaran berupa cek, bilyet giro, dan sejenisnya. Uang giral dikeluarkan oleh bank dan digunakan sebagai alat pembayaran.
2.3.2 Jenis Uang Berdasarkan Bahan Uang
Berdasarkan bahan yang digunakan untuk membuat, uang dibedakan atas uang logam dan uang kertas. Uang logam adalah uang yang bahannya terbuat dari logam berupa emas, perak, atau logam lainnya yang beredar sebagai alat pembayaran. Sedangkan, uang kertas adalah uang yang bahannya terbuat dari kertas serta penggunaannya diatur oleh undang-undang dan kebiasaan. Uang tersebut beredar sebagai alat pembayaran.
2.3.3 Jenis Uang Berdasarkan Negara yang Mengeluarkan
Berdasarkan negara yang mengeluarkan, uang dibedakan atas uang dalam negeri (domestik/nasional) dan uang luar negeri. Uang dalam negeri adalah uang yang dikeluarkan oleh negara yang bersangkutan. Rupiah adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Uang luar negeri adalah uang yang beredar dalam suatu negara, tetapi yang mengeluarkannya adalah negara lain. Di Indonesia banyak beredar uang negara lain, seperti Yen (Jepang), Dollar (USA), Ringgit (Malaysia), Peso (Filipina), Poundsterling (Inggris), dan Lira (Italia). Uang luar negeri disebut juga valuta asing.
2.3.4 Jenis Uang Berdasarkan Nilai Uang
Berdasarkan perbandingan nilai bahan dengan nilai tukar, uang dibedakan atas uang bernilai penuh dan uang tidak bernilai penuh. Uang nilai penuh (full bodied money) adalah uang yang nilai bahannya (nilai intrinsiknya) sama dengan nilai nominal atau nilai penuh yang terdapat pada standar emas. Jika uang emas itu mengandung emas, misalnya 5 gram, maka nilai uang itu dalam pertukaran juga seharga emas 5 gram.
Uang tidak bernilai penuh adalah uang yang nilai bahannya (nilai intrinsiknya) lebih kecil daripada nilai nominalnya. Umumnya uang yang tidak bernilai penuh adalah uang kertas. Misalnya, uang yang kita pegang berniali Rp. 10.000,00 mungkin nilai bahannya hanya Rp. 200,00.
2.4 SEJARAH UANG
Dewasa ini orang sudah biasa membeli aneka macam barang dengan uang kertas. Tetapi dulu tidaklah demikian. Uang mempunyai sejarah sudah berabad-abad lamanya, dan perkembangannya sampai kini pun mungkin belum selesai.
2.4.1 Barter
Pada zaman purba, ketika masyarakat masih sangat sederhana, orang belum biasa mempergunakan uang. Perdagangan dilakukan dengn cara langsung menukarkan barang dagang (=barter).
2.4.2 Uang barang
Karena barter (pertukaran langsung barang dengan barang) mengalami banyak kesulitan, dirasakan kebutuhan akan suatu barang perantara yang dapat mempermudah pertukaran. Dengan kemajuan perdagangan hampir dengan sendirinya timbul barang-barang yang disukai oleh setiap orang dan yang mau diterima oleh semua pihak, karena dengan mudah dapat ditukarkan lagi dengan barang yang lain yang dibutuhkan.
Bermacam-macam barang telah dipakai sebagai uang barang : kerang dan ternak, batu intan dan perhiasan, garam dan senjata, perkakas, teh, beras dan tembakau.... Masing-masing ada keuntungan dan kelemahannya. Misalnya, belum tentu mau diterima orang lain, kalau dibawa, disimpan atau dibagi-bagi.
2.4.3 Logam mulia
Tukar menukar dengan bantuan barang perantara masih jauh dari memuaskan, karena itu orang mencari barang yang lebih prakis sebagai alat pembayaran. Akhirnya logam mulia (khususnya emas dan perak) paling banyak dipakai, karena logam ini memenuhi semua syarat-syarat uang : diterima umum, tahan lama, mudah dibawa, jumlahnya terbatas sehingga tetap berharga. Syarat inilah yang barus dipenuhi agar ”uang” dapat berfungsi sebagai alat tukar-menukar yang efisien.
2.4.4 Mata uang
Semula potong-potongan logam mulia setiap kali harus ditimbang dan ditentukan kadarnya untuk menentukan nilainya. Karena hal ini merepotkan, lambat laun para raja/penguasa setempat mulai menempa mata uang. Potongan-potongan logam mulia diberi bentuk tertentu seperti diberi gambar (raja 'the sovereign') atau cap resmi sebagai jaminan berat dan kadarnya, kemudian juga diberi angka yang menyatakan nilainya.
2.4.5 Uang kertas bank
Penyelesaian transaksi-transaksi besar dengan mata uang logam mulia juga mengalami beberapa kesuitan, akhirnya untuk menghindari hal tersebut yang dapat dilakukan yaitu para pedagang besar menitipkan sejumlah uang (emas) kepada seorang walikotanya di kot lain. Untuk selanjutnya pembayaran dapat dilakukan dengan perantara surat. Dengan demikian mata uang emas lama-kelamaan diganti dengan uang kertas bank, sedangkan bahan emas tetap tersimpan di bank.
2.4.6 Uang giral
Bila seseorang atau suatu perusahaan menitipkan uang kepada sebuah bank, pembayaran dengan uang itu dikatakan orang/perusahaan tersebut membuka Rekening koran (koran=courant=berjalan) pada bank tersebut. Dengan demikian bentuk uangnya berubah, dari lembaran-lembaran uang kertas menjadi uang giral, berupa catatan dalam buku-buku bank.
2.5 PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
Kegiatan pembangunan yang dicerminkan dalam rencana investasi disegala sektor memerlukan biaya dalam jumlah yang besar. Sumber dana pembangunan tersebut sudah sepastinya berasal dari sumber dalam negeri, sedangkan sumber dari luar negeri hanya sebagai pelengkap saja.
Sumber dana untuk pembiayaan kegiatan investasi berasal dari :
  1. Dalam negeri, (sebesar kurang lebih 22% dari PDB) dalam bentuk, Tabungan Pemerintah dan Tabungan masyarakat.
  2. Luar negeri, (sebesar kurang lebih 4% dari PDB) dalam bentuk, Hasil netto Ekspor – Impor (Neraca Pembayaran), Penanaman Modal Asing, Pinjaman Luar Negeri, Bantuan Luar Negeri.
2.5.1 Tabungan Pemerintah
Tabungan Pemerintah adalah selisih antara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Lama sekali sebagian besar penerimaan dalam negeri berasal dari Pajak Perseroan Minyak (sekitar 70%). Tetapi sejak tahun 1982-1983 sumber ini sangat berkurang, sehingga perlu dicari gantinya dari dalam negeri.
Tabungan pemerintah dapat diperbesar dengan jalan :
  • meningkatkan penerimaan dari pajak, yang diharapkan dari sistem perpajakan baru khususnya dari sektor-sektor di luar minyak dan gas alam, untuk mengurangi ketergantungan dari minyak saja.
  • Menghemat pengeluaran rutin, terutama dengan meningkatkan efisiensi kerja seluruh aparat pemerintahan, serta pengurangan subsidi pangan dan BBM.
2.5.2 Tabungan masyarakat
Tabungan masyarakat berasal dari perusahaan swasta dan rumah tangga, dan berbentuk Deposito Berjangka, Tabanas/Taska, Sertifikat Deposito serta pembelian surat obligasi dan saham. Pembaharuan dalam sistem perbankan (sejak tanggal 1 Juni 1983) telah mendorong bank-bank pemerintah dan swasta untuk lebih giat dalam mengerahkan/menghimpun dana dari masyarakat dan meningkatkan kebiasaan masyarakat menabung di bank.
2.5.3 Devisa hasil kelebihan Ekspor dan Impor
Di samping dana dalam bentuk rupiah, usaha pembangunan juga memerlukan dana dalam bentuk devisa (uang luar negeri seperti $ USA dan Yen). Oleh karena itu dalam Repelita IV-V dicantumkan usaha-usaha untuk menggalakkan ekspor kita, terutama yang di luar sektor minyak dan gas alam, seperti kayu lapis, karet, kopi, pakaian jadi, dll. Termasuk juga pengembangan pariwisata sebagai sumber devisa. Sedang impor dititikberatkan pada bahan-bahan baku dan barang modal yang perlu untuk industri kita. Perlu dierhatikan bahwa kalau Impor lebih besar daripada Ekspor (Neraca Pembayaran defisit-sering kali terjadi), maka sumber dana ini menjadi negatif dan harus diisi dengan pinjaman atau kredit.
2.5.4 Penanaman Modal Asing (PMA)
PMA terutama berasal dari sektor swasta, dan diarahkan pada produk-produk yang berteknologi tinggi (padat modal) serta produk-produk untuk ekspor. Sejak berlaunya Undang-undang Penanaman Modal Asing tahun 1967 proyek PMA yang telah disetujui oleh pemerintah disalurkan terutama ke sektor pertambangan (26%), industri kimia (13%), industri tekstil (12%), industri barang logam (10%), dan lain-lain.


2.5.5 Pinjaman luar negeri
Sebagian dari bantuan luar negeri untuk Indonesia disalurkan dalam bentuk pinjaman dengan bunga yang rendah dan syarat-syarat lunak. Masalah pokok dengan pinjaman ialah bahwa pada suatu waktu akan harus dikembalikan/dilunasi dari hasil ekspor kita, selain beban bunga yang bagaimanapun tetap harus dibayar.
2.5.6 Bantuan luar negeri
Bantuan luar negeri biasanya dibedakan bantuan program dan bantuan proyek, dan setiap tahun dicantumkan dalam APBN. Lembaga-lembaga internasional yang berperan dalam hal ini selain IGGI terutama Bank Dunia, International Finance Corporation (IFC), International Development Agency (IDA), Bank Pembangunan Asia (ABD), serta Lembaga-lembaga PBB seperti Unicef, FAO, WHO dan ILO. Bila sumber dalam negeri (tabungan pemerintah) dibandingkan dengan dana bantuan luar negeri (lihat Tabel XII.3), ternyata bahwa ketergantungan kita dari bantuan luar negeri masih besar sekali, sekitar 40% dari Anggaran Pembangunan setiap tahun atau sekitar 4-5% dari GNP.
TABELXII.3
TABUNGAN PEMERINTAH DAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI
(Repelita III-IV dalam milyar rupiah)
Tahun
Tabungan Pemerintah
Dana bantuan LN
Jumlah
1979/80
2.635,0
1.381,0
4.0160.0
1980/81
4.427,0
1.493,8
5.920,8
1981/82
5.235,0
1.709,0
6.944,0
1982/83
5.422,0
1.940,0
7.362,0
1983/84
6.020,9
3.882,4
9.903,3
1984/85
6.476,6
3.478,0
9.954,6
1985/86
7.301,3
3.572,6
10.873,9
1986/87
2.581,3
5.752,2
8.333,5
1987/88
3.321,8
6.158,0
9.479,8
1988/89
1.737,0
7.160,6
8.897,6


Sumber : Repelita V


BAB III
KESIMPULAN
Jadi, uang bukan hanya berfungsi sebagai alat tukar saja tetapi bermacam-macam fungsi uang seperti yang sudah dijelaskan, dan uang juga memiliki bermacam-macam jenis berdasarkan pihak yang mengeluarkannya. Uang juga memiliki sejarah yang sudah berabad-abad lamanya. Dapat diketahui pula bahwa pembiayaan pembangunan sampai sekarang pun ternyata masih memiliki ketergantungan yang amat besar dari bantuan luar negeri.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Alam S., MM. 2007. Ekonomi untuk SMA dan MA Kelas XI. Jakarta: ESIS.
Drs. T. Gilarso. 1992. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Yogyakarta: Kanisius

Tidak ada komentar:

Posting Komentar