Minggu, 29 April 2012

Jurnal Hukum Perikatan

Review Jurnal        :HUKUM PERIKATAN
Pengarang               : Rina  Andriana
Institusi                  : Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara
Sumber                 : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22875/6/Cover.pdf

Abstrak
Asuransi membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu
pengalihan (transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Dalam pelaksanaannya pengikatan suatu perjanjian asuransi saat ini juga dilakukan melalui telemarketing yang berpeluang untuk timbulnya perselisihan karena pengikatan melalui telemarketing hanya berupa kesepakatan pra kontrak. Praktek perjanjian Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing  juga dilaksanakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life. Penulisan bertujuan untuk menjelaskan dasar hukum pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing pada Asuransi Jiwa BNI Life, keabsahan pengikatan asuransi melalui telemarketing Asuransi Jiwa BNI Life ditinjau dari sudut aspek hukum perjanjian / hukum perikatan dan perlindungan hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan telemarketing dalam hukum pengikatan asuransi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Telemarketing merupakan penawaran/pemasaran produk asuransi jiwa media telepon yang digunakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life dalam rangka peningkatan pemasaran produk asuransi jiwa. Akan tetapi, pengikatan asuransi melalui telemarketing hanya merupakan suatu kesepakatan prakontrak yang tidak mengikat seperti halnya polis asuransi. Kesepakatan melalui telemarketing dalam pelaksanaannya tidak menjadi suatu alat bukti karena hanya merupakan kesepakatan lisan

Kata Kunci
Asuransi Jiwa, Telemarketing dan Hukum Perikatan
I.    Pendahuluan

Didalam system pengaturan hukum perikatan dalam Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata ( KUH Perdata ) menganut system terbuka, yakni setiap orang dapat mengadakan perjanjian mengenai apa pun sesuai dengan kehendaknya, artinya dapat menyimpang dari apa yang telah di teteapkan dalam Buku III KUH Perdata baik mengenai bentuk maupun isi perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Dengan demikian, apa yang diatur dalam Buku III KUH Perdata merupakan hokum pelengkap    ( aanvullendrecht ), yakni berlaku bagi para pihak yang mengadakan perjanjian sepanjang mereka tidak mengesampingkan syarat-syarat dan isi dari perjanjian.


II.   Permasalahan

Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua orang ( pihak ) atau lebih, yakni pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi, begitu juga sebaliknya.Terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ahli hokum dalam memberikan istilah hukum perikatan. Misalnya, Wiryono Prodjodikoro dan R. Subekti.
1.    Wiryono Prodjodikoro dalam bukunya   Asas-Asas Hukum Perjanjian Verbintenissenrecht ( Bahasa belanda ) oleh Wirjono diterjemahkan menjadi hokum perjanjian bukan hokum perikatan
2.    R. Subekti dalam bukunya pokok-pokok Hukum Perdata menulis perkataan perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian , sebab di dalam Buku KUH III Perdata memuat tentang perikatan yang timbul dari :
-    Persetujuan atau perjanjian
-    Perbuatan yang melanggar hokum
-    Pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan.
Perjanjian dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst, sedangkan hokum perjanjian disebut overeenkomstenrecht. Sementara itu, pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian, perikatan dapat terjadi karena Perjanjian ( kontrak ) dan Bukan dari perjanjian ( dari undang-undang ) Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian ini maka timbulah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah pihak. Hubungan hukum ini yang dinamakan dengan perikatan.
    Dengan kata lain, hubungan perikatan dengan perjanjian adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Perjanjian merupakan salah satu sumber yang paling banyak menimbulkan perikatan, karena hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Oleh karena itu, setiap anggota masyarakat bebas untuk mengadakan perjanjian.
III.  Pembahasan
A.    Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1.    Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2.    Perikatan yang timbul dari undang-undang
    Perikatan yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yakni :
a.    Perikatan terjadi karena undang-undang semata, misalnya kewajiaban orang tua   untuk memelihara dan mendidik anak, yaitu hokum kewarisan
b.    Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia menurut hukum terjadi karena perbuatan yang diperbolehkan ( sah ) dan yang bertentangan dengan hokum ( tidak sah )
3.    Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hokum dan perwakilan sukarela.

B. Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian
        Asas-asas dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni mengatur asas kebebasan berkontrak dan asa konsensualisme
1.    Asas Kebebasan Berkontrak
    Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang di buat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membutanya.Dengan demikian, cara ini dikatakan sistem terbuka, artinya bahwa dalam membuat perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjianya dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban umum , dan norma kesusilaan.
2.    Asas Konsensualisme
        Asas Konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.Dengan demikian, asas konsensualisme lazim disimpulkan dalam pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri ; cakap untuk membuat suatu perjanjian ; mengenai suatu hal tertentu ; suatu sebab yang halal. Dengan kata lain, dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif, yakni jika salah satu pihak tidak dipenuhi maka pihak yang lain dapat minta pembatalan. Sedangkan dua syarat yang lain dinamakan syarat-syarat objektif , yakni jika salah satu syarat tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum , artinya perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.dengan demikian , akibat dari terjadinya perjanjian maka undang-undang memnentukanbahwa perjanjian yang sah berkekuatan sebagai undang-undang. Oleh karena itu, semua persetujuan yang dibuat secra sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan kata lain persetujuan-persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan adanya kata sepakat dari kedua belah pihak atau karena alasan-alasan oleh undang-undang yang dinyatakan cukup untuk itu. Maksudnya persetujuan-persetujuan itu harus dilaksanakan dengan  iktikad baik.

C. Wanprestasi
    Sementara itu,wanprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan, misalnya ia alpa ( lalai ) atua ingkar janji.adapun bentuk dari wanprestasi bisa berupa 4 kategori :
1.    tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
2.    melaksanakan apa yang dijanjiaknnya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
3.    melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
4.    melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Dengan demikian, terhadap kelalaian atua kealapaan debitor sebagai pihak yang melanggar kewajiban, dapat diberikan beberapa sanksi atau hukuman. Akibat –akibat wanprestasi berupa hukuman atua akibat akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori :
1.    Membayar kerugian yang diderita oleh krediitur ( ganti rugi ). Ganti rugi sering   diperinci meliputi tiga unsure , yakni :
a)    biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b)    rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan oleh kelalaian si debitor;
c)    .bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.

2.    Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
Bertujuan untuk membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan. Kalau satu pihak sudah menerima sesuatudari pihak yang lain, baik uang maupun barang maka harus dikembalikan sehingga perjanjian itu ditiadakan.
3.    Peraliahan resiko
Adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan salah atu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan pasal 1237 KUH Perdata.

Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa di hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan pasal 138 KUH Perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a.    pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
b.    penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan.
c.    Pembaharuan utang
d.    Perjumpaan utang atau kompensasi
e.    Percampuran utang
f.    Pembebasan utang
g.    Musnahnya barang yang terutang
h.    Batal/pembatalan
i.    Berlakunya suatu syarat batal
j.    Lewat waktu

    Memorandum Of Understanding ( MoU )
Merupakan perkembanagan baru dalam aspek hukum dalam ekonomi, karena di Indonesia istilah MoU baru akhir-akhir ini dikenal.seblumnya , dalam ilmmu ekonomi maupun ilmu hukum tidak ada. Menurut pendapat Munir Faudi, MoU merupakan terjemahan bahasa indonesia yang paling pas dan paling dekat dengan nota kesepakatan.pada hakikatnya MoU merupakan suatu perjanjian pendahuluan yang nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara lebih detail.apabila MoU merupakan perjanjian biasa,yakni salah satu pihak ingkar janji maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan wanprestasi, tetapi kalau suatu menorandum of understanding dianggap sebagai suatu perjanjian pra kontrak maka pihak yang dirugikan tidak menuntut ganti rugi.
Ciri-ciri Memorandum of Understanding adalah sebagai berikut :
a.    isinya ringkas , sering kali hanya satu halaman saja
b.    berisikan hal-hal yang pokok-pokok saja
c.    hanya bersifat pendahuluan saja, yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci
d.    mempunyai jangka waktu berlakunya ( 1 bulan , 6 bulan atau setahun )

Alasan-alasan dibuatnya momerandum of understanding adalah sebagai berikut :
a.    karena prospek bisnisnya belum jelas sehingga belum bisa dipastikan.
b.    Karena dianggap penandatanganan kontrak masih lama dengan negosisasi yang alot.
c.    Karena tiap-tiap pihak dalam perjanjian masih ragu-ragu dan perlu waktu dalam memnandatangani suatu kontrak.
d.    Dibuat dan di tanda tangani oleh para eksekutif dari suatu perusahaan maka perlu suatu perjanjian uyang lebih rinci yang dirancang dan dinegosiasi khusus oleh staf-staf yang berkaitan.

Tujuan momerandumof understanding
    Di dalam suatu perjanjian yang didahului dengan membuat mou dimaksudkan supaya memberikan kesempatan kepadapihak yang bersepakat untuk memperhitungkan apakah saling menguntungkan atau tidak jika diadakan kerja sama, sehinga agar memorandum of understanding dapat ditindaklanjuti dengan perjanjian dan dapat diterapkan sanksi-sanksi.jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, tetapi jika sanksi-sanksi sudah dicantumkan dalam memorandum of understanding akan berakibat bertentangan dengan hukum petjanjian/perikatan, karena dalam mof belum ada suatu hubungan hukum antara para pihak , yang berarti belum mengikat.
    Dalam hukum perjanjian kedudukan mof baik yang mengandung karakter sebagai kontrak atau tidak mengandung kontrak hanyalah sebagai tahap pendahuluan untuk mengadakan perikatan, sehingga belum mengikat para pihak dan sanksi pun belum dapat diberlakukan.


IV.  Kesimpulan
Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.



Referensi
http://www.scribd.com/doc/20976269/Definisi-Hukum-Perikatan
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22875/6/Cover.pdf

Disusun Oleh :
•    Annisa Meidiyoana (20210919)
•    Dina Munawaroh (22210064)
•    Dini Triana (22210079)
•    Laraz Sekar Arum W. (23210968)
•    Nia Ismatu Ulfa (24210956)
Kelas  : 2EB05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar